Ketentuan Penggunaan Materai

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxOg0N3oM9yMkWhd4RLt_3bN80rLkilgbwd8M6lZIoC2_v58Tkjuifjq647zdN2FMHPcEl-8RYaNPM9gUTVHsQaSsnr3cR3UBVAhSE9LNVGlJuJgwTkBAidCpm0UuhHeh992A/s1600/materai.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" height="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxOg0N3oM9yMkWhd4RLt_3bN80rLkilgbwd8M6lZIoC2_v58Tkjuifjq647zdN2FMHPcEl-8RYaNPM9gUTVHsQaSsnr3cR3UBVAhSE9LNVGlJuJgwTkBAidCpm0UuhHeh992A/s640/materai.png" title="Materai tempel" width="640" /></a></div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <div style="text-align: justify;"> Bagi anda yang sering bersinggungan dengan legal dokumen mungkin penggunaan materai sudah tidak asing lagi, tapi bagaimana dengan yang jarang bersinggungan atau yang baru pertama kali menggunakan materai. Pasti ada keraguan tentang penggunaan barang yang namanya materai ini. Sebenarnya apa sih yang harus menggunakan materai atau transaksi apa saja yang harus memakai materai dan berapa besaran materai yang digunakan?Jawabannya ada di dalam <b>UU Bea Materai.</b></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Beberapa waktu lalu ada rekan yang mencari materai yang bernilai nominal Rp 3.000 untuk digunakan pada kuitansi diatas Rp 250.000, - sampai dengan Rp 1.000.000,- di Kantor Pos. Namun kata si mbak yang melayani transaksi tersebut mengatakan bahwa materai yang dicari tersebut sudah tidak dibuat lagi. Usut punya usut benarkah apa yang dikatakan si mbak tersebut?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Karena dalam UU Bea Materai, menyebutkan bahwa transaksi belanja di atas Rp 250 ribu dipungut bea meterai sebesar Rp 3.000, di atas Rp 1 juta dikenakan bea materai Rp 6.000. Lantas kenapa materai Rp 3.000, sudah tidak beredar lagi?Jadi bagaimana <u><span style="font-size: small;"><b>aturan penggunaan materai, ketentuan penggunaan materai, aturan pemakaian materai 3000 dan 6000, serta aturan bea materai</b></span></u> yang sebenarnya?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah mencari informasi ke "mbah google" didapatlah titik terang mengenai raibnya materai Rp 3.000,- tersebut. Karena Kementerian Keuangan berencana akan menaikkan tarif bea materai. <b>Tarif bea materai</b> yang saat ini sebesar Rp 3.000 dan Rp 6.000 bakal menjadi Rp 10.000 dan Rp 18.000. Akan tetapi untuk perubahan Undang-Undang kan harus dibahas di DPR?<br /> <br /> Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito menyatakan penerapan kenaikan bea materai akan dilakukan pada tahun ini (2015). Dia yakin pembahasan mengenai pengenaan tarif bea materai baru akan rampung pada Juni 2015.<br /> <br /> "Targetnya (pembahasan bea materai) bulan Juni selesai. Pengenaan bea materai tahun ini," ujar Sigit yang ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Keyakinan revisi <b>Undang Undang tentang Bea Materai</b> tersebut selesai pada Juni tahun ini lantaran, RUU Perubahan atas Bea Materai masuk dalam penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015. Sigit juga menambahkan, transaksi ritel atau transaksi di supermarket nantinya juga akan dikenakan <b>tarif Bea Materai</b>. </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> "Materai sekarang kan biasanya hanya digunakan kalau buat surat pernyataan, padahal segala yang bersangkutan dengan uang itu terhutang meterai, struk belanja itu terutang meterai," kata Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL, Oktria Hendrarji.<br />        <br /> Teknis pelaksanaannya menurut Oktria juga tidak sulit, apalagi saat ini sudah diterapkan sistem komputerisasi. Jadi untuk pengusaha ritel tidak perlu menempelkan materai pada struk transaksinya, sudah ada aplikasi yang mengatur teknis penerapannya.  Namun, hal tersebut masih sebatas kajian. </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Irawan menuturkan, mengacu pada Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai, maka bea materai bisa dinaikkan maksimal hanya enam kali. Nilai bea materai yang seharga Rp 3.000 dan Rp 6.000 saat ini sudah mengalami kenaikan enam kali sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000.  "Melihat kemampuan ekonomi dan Produk Domestik Bruto, maka tarif bea materai perlu dinaikkan," kata Irawan.<br />        <br /> Selain penyesuaian tarif dasar tersebut, akan diatur ulang pula tarif bea materai untuk transaksi keuangan di pasar keuangan, sehingga nantinya akan dipatok berdasarkan presentasi."Satu lagi, kami akan ubah tarif ad valoren (pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor)," ujarnya.</div> <br /> <i><span style="font-size: xx-small;">sumber : merdeka & JPNN</span></i> <br /> <br /> <br />

Ketentuan Penggunaan Materai

Bagi anda yang sering bersinggungan dengan legal dokumen mungkin penggunaan materai sudah tidak asing lagi, tapi bagaimana dengan yang ...

Baca selengkapnya »

Insentif PPh Pasal 21

<a href="http://tbn0.google.com/images?q=tbn:a3g8aGs4uU6EZM:http://www.pasal21.com/logothumnail.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="http://tbn0.google.com/images?q=tbn:a3g8aGs4uU6EZM:http://www.pasal21.com/logothumnail.jpg" style="float: left; height: 102px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 125px;" title="Insentif PPh 21" /></a>Senin, 23 Maret 2009 08:21<br /> <span style="color: #000099; font-weight: bold;">Pemerintah membatasi penerima insentif pajak penghasilan (PPh) 21 hanya bagi karyawan yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)</span>. <span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Sebelumnya pemberian insentif ini hanya bagi karyawan sektor tertentu dengan penghasilan bruto di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) hingga penghasilan Rp 5 juta per bulan.</span></span> Perubahan ini diatur dalam <span style="color: #000099; font-size: 130%;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="color: red;">PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No.43/PMK.03/ 2009 </span>tentang PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan pekerja</span></span>. Dalam keterangan tertulis yang dikutip dari situs Dirjen Pajak, perubahan ini dibuat dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak. <span style="font-size: 78%;">(gambar diambil dari : www.pasal21.com)</span><br /> <div class="fullpost"> <br /> "Khususnya bagi pekerja agar memiliki NPWP, pemberian PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah hanya kepada pekerja yang telah memiliki NPWP," demikian dikutip dari keterangan resmi Ditjen Pajak, Ahad (22/3).<br /> <br /> Dalam aturan itu disebutkan bahwa pekerja yang tidak mempunyai NPWP, insentif hanya berlaku sampai masa pajak Juni 2009. Sedangkan untuk masa pajak Juli 2009 dan seterusnya, insentif diberikan hanya untuk pekerja yang memiliki NPWP.<br /> <br /> Insentif PPh Pasal 21 ini berlaku pada periode masa pajak Februari sampai November 2009 yang dilaporkan paling lambat tanggal 20 Desember 2009. PPh 21 ditanggung pemerintah hanya berlaku bagi pegawai di sektor perikanan, semua sektor pertanian seperti perkebunan dan peternakan, perburuan dan kehutanan dan semua sektor industri pengolahan (manufaktur).<br /> <br /> Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk stimulus PPh dalam APBN 2009 sebesar Rp 6,5 triliun.Ketentuan dalam aturan ini yaitu adalah bagi karyawan yang memiliki penghasilan bruto di atas PTKP tidak lebih dari Rp 5 juta per bulan (dari Rp 1,3 juta sampai Rp 5 juta). Tiga sektor tersebut dipilih karena menjadi sektor utama produksi barang dalam negeri yang mendominasi untuk ekspor.<br /> <br /> Sementara itu, akhir pekan lalu Dirjen Pajak, Darmin Nasution, menyatakan realisasi stimulus fiskal 2009 berupa tax saving (penghematan pembayaran pajak) diperkirakan akan mencapai lebih dari Rp 43 triliun. "Saya malah khawatir bisa lebihsedikit karena waktu itu kita mendasarkan pada angka 2007. Angka sudah bergerak, tapi kita tetap memasukkan Rp 43 triliun dalam APBN. Dan itu sudah berjalan," kata Darmin.<br /> <br /> Pembayaran pajak, menurutnya, kemungkinan sudah relatif turun besarannya karena kebijakan ini. "Yang paling mudah ditanya adalah bank karena pembayaran pajak mereka turun. Malah ada dirut bank yang bertanya apakah benar pembayaran pajaknya karena turunnya cukup banyak," jelasnya.<br /> <br /> Darmin menyebutkan, penghematan pembayaran pajak itu termasuk juga di dalamnya adalah karena adanya penurunan tarif PPh badan, PPh orang pribadi, dan pelapisan tarif yang berbeda.<br /> <br /> Pemerintah melaksanakan program stimulus fiskal selama 2009 dengan volume dana sebesar Rp 73,3 triliun. Sebagian stimulus fiskal yang terkait dengan penghematan pajak sebenarnya sudah berjalan sejak Januari 2009 bersamaan dengan berlakunya UU tentang PPh .yang baru.<br /> <br /> <span style="font-size: xx-small;"><i>Sumber : Republika</i></span><br /> <br /> <br /> <br /> <br /></div>

Insentif PPh Pasal 21

Senin, 23 Maret 2009 08:21 Pemerintah membatasi penerima insentif pajak penghasilan (PPh) 21 hanya bagi karyawan yang memiliki nomor pokok ...

Baca selengkapnya »

Accrual Basis and Cash Basis

<div style="text-align: justify;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmdDFpqasdsS3GoJUQomIuUzfKOScqNe7X1ohHYzi_FAhBEPBptqXwDz1BkKcZbTWjYl6xaA1AzlWkjst29HQDQd3mE4HUUWuu8jQpWH98ooJCQctU3kbT88nBi0_Xi0Ras0ED/s1600-h/cash+or+accrual.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5272577130774234658" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmdDFpqasdsS3GoJUQomIuUzfKOScqNe7X1ohHYzi_FAhBEPBptqXwDz1BkKcZbTWjYl6xaA1AzlWkjst29HQDQd3mE4HUUWuu8jQpWH98ooJCQctU3kbT88nBi0_Xi0Ras0ED/s320/cash+or+accrual.jpg" style="float: left; height: 64px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 124px;" title="Metode Akuntansi" /></a><span style="font-family: verdana; font-weight: bold;">Two primary accounting methods</span>, cash and accrual basis, and their combination, called modified cash basis, are used in recording of financial transactions in bookkeeping in order to measure net income of companies for a specified time interval (accounting period). Both methods differ on recognition of company's revenues and expenses leading to varying income recordings, which may be subject to error or — manipulation. Many financial scandals involved accounting manipulations.</div> <div class="fullpost"> <div style="text-align: justify;"> <br /> <span style="font-weight: bold;">Cash basis</span><br /> Cash basis is a method of accounting ("cash accounting") whereby cash flow of financial events is considered. The method recognizes revenues when cash is received and recognizes expenses when cash is paid out. In cash accounting, revenues and expenses are also called cash receipts and cash payments respectively.<br /> <br /> Cash basis does not recognize promises to pay, expectations to receive money, or services in the future, such as payables of accounts payable, receivables of accounts receivable, or prepaid or accrued expenses.<br /> <br /> Cash accounting is simplest for individuals and organizations, which do not have significant number of such transactions, or when the time lag between the initiation of the transaction and the cash flow is very short.<br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">Issues</span><br /> Cash accounting is generally not acceptable for companies that must make their financial statements publicly available. That is because most countries require companies to use accrual accounting. Cash accounting is not considered to provide a true and fair view of the financial performance and position of an entity under IFRS.<br /> Additionally, cash accounting is not viable for cost accounting in manufacturing operations, because expenses cannot always be correctly associated with product costs.<br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">Accrual basis</span><br /> Accrual basis is a method of accounting ("accrual accounting") whereby economic activities (rather than cash flow) of financial events are considered, because of two complementary principles, which (together) determine the point, at which expenses and revenues are recognized. According to revenue recognition, revenues are realized and earned, whether or not they are received in cash. Jointly, according to matching principle, incured expenses are matched to related (recognized) revenues, whether or not such expenses are actually paid in cash. Accrual accounting is required by US GAAP (Generally Accepted Accounting Principles), IFRS (International Financial Reporting Standards), and legislation such as the UK’s Companies Act 1985.<br /> <br /> <span style="font-family: verdana; font-weight: bold;">Modified cash basis</span><br /> Unlike strict cash basis, which follows exactly cash flow, the modified cash basis method uses additionally accrual accounting for long-term assets, such as inventory and property capitalization. The term cash basis usually means modified cash basis, whereas only cash - strict cash basis.<br /> <br /> <span style="font-family: verdana; font-weight: bold;">Comparison</span><br /> Further information: Comparison of Cash Method and Accrual Method of accounting<br /> * By cash method, income and expenses are recognized only, when cash is received or paid out.<br /> * By accrual method, receivables and payables are recognized, as they are earned and incurred (goods or services are sold) even, if as yet cash has not been received or paid out.<br /> * Cash accounting defers all credit transactions to a later date. It is more conservative for the seller, since it does not record revenue until the cash receipt. In a growing company, that results in a lower income compared to accrual accounting.<br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">A simple example</span><br /> * A small business such as a fruit stand, which buys its inventory daily for cash at a wholesale market, sells the inventory for cash, and throws away what didn't sell, can get an accurate picture of its profits or losses using cash accounting.<br /> * A remodeling business that gives customers 90 days to pay and that procures materials on account at the lumber yard, must use the accrual accounting to gain an accurate picture of its financial condition.<br /> * Either business will probably get a relatively accurate picture using either method over a long period of time, except for the transactions that have already begun and are not yet closed.<br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">Other considerations</span><br /> Standard accrual basis financial statements (income statements and balance sheets) do not indicate the cash inflow and outflow of a company. The cash flow statement is created to indicate such information for accrual accounting.<br /> <br /> Accrual accounting tended to be far more costly to maintain than cash basis, because it requires the bookkeeper to record many more transactions. However, the advent of accounting software has made the difference between the reporting methods less significant.<br /> <br /> Companies, which have extended credit or employ it significantly, are advised (and in the United States may be required by Internal Revenue Service) to use the accrual accounting. The U.S. Securities and Exchange Commission requires the publicly traded companies to follow GAAP, thus all of them publish their financial statements by accrual basis.<br /> <br /> Cash accounting is highly favored for tax purposes, since it defers tax burdens until the cash is received and it also provides for automatic bad debt relief, because revenue (and therefore profit) is not recorded until cash is received from the debtor. It is often used by small businesses and organizations that are not required to use the accrual basis for both tax reasons and simplicity.<br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">References</span><br /> <br /> 1. ^ IASB International Accounting Standard 1, paragraph 8<br /> <br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">Versi Indonesianya kurang lebih begini:</span><br /> <span style="font-weight: bold;">Accrual basis</span> dan <span style="font-weight: bold;">cash basis</span> adalah dasar akuntansi yang sangat berpengaruh pada laporan keuangan baik itu laba rugi, perubahan modal serta neraca, karena jika yang digunakan dasar <span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="color: #000099;">accrual atau “akrual basis”</span> maka akuntansi akan mencatat transaksi disaat transaksi tersebut terjadi, sehingga jika perusahaan menerima order dari penjualan produk nya, maka kegiatan itu akan langsung dicatat tanpa melihat apakah perusahan telah menerima pembayaran dari transaksi penjualan tersebut yang tentu akan menambah jumlah piutang usaha</span>. Hal ini berlaku pada semua transaksi tanpa terkecuali, contoh lainnya perusahaan membeli mobil operasional meskipun pengeluaran kas belum terjadi pencatatan terhadap kegiatan keuangan tersebut tetap dilakukan sehingga akan berpengaruh pada bertambahnya utang usaha.<br /> <br /> Sedangkan dasar <span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="color: red; font-family: verdana;">tunai atau “cash basis</span>” akan mencatat kegiatan keuangan saat kas atau uang telah diterima misalkan perusahaan menjual produknya akan tetapi uang pembayaran belum diterima maka pencatatan pendapatan penjualan produk tersebut tidak dilakukan, jika kas telah diterima maka transaksi tersebut baru akan dicatat</span> seperti halnya dengan “dasar akrual” hal ini berlaku untuk semua transaksi yang dilakukan, kedua teknik tersebut akan sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan, <span style="color: #000099; font-style: italic; font-weight: bold;">jika menggunakan dasar akrual maka penjualan produk perusahaan yang dilakukan secara kredit akan menambah piutang dagang sehingga berpengaruh pada besarnya piutang dagang</span> <span style="color: red; font-style: italic; font-weight: bold;">sebaliknya jika yang di pakai cash basis maka piutang dagang akan dilaporkan lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi</span><br /> <br /> Dasar akrual dan tunai akan sangat berpengaruh pada informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan ini disebabkan karena berpengaruh juga pada pencatatan transaksi sebagai salah satu elemen pembuatan laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan neraca serta catatan akuntansi yang lainnya yang akan terpengaruh oleh kedua dasar yang digunakan, <span style="color: #000099; font-style: italic; font-weight: bold;">akrual dapat menyajikan laporan yang lebih sesuai dibanding dasar tunai sehingga sebaiknya menjadi pilihan yang baik</span> untuk di gunakan sebagai dasar akuntansi sebuah organisasi, baik yang bertujuan untuk mencari laba ataupun tidak</div> <br /></div>

Accrual Basis and Cash Basis

Two primary accounting methods , cash and accrual basis, and their combination, called modified cash basis, are used in recording of financ...

Baca selengkapnya »

Penghitungan PPh Pasal 21

<div style="text-align: justify;"> <a href="http://tbn0.google.com/images?q=tbn:hSUwlJBKzWvpkM:http://ariswan.files.wordpress.com/2008/06/pph21.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="http://tbn0.google.com/images?q=tbn:hSUwlJBKzWvpkM:http://ariswan.files.wordpress.com/2008/06/pph21.jpg" style="float: left; height: 113px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 105px;" title="PPh 21" /></a>Tahun 2008, pemerintah RI melancarkan strategi perpajakan yang konon katanya juga pernah dilakukan di negara lain, yaitu "Sunset Policy". Dikesempatan kali ini saya tidak akan membahas Sunset Policy itu sendiri. Yang akan kita coba cermati adalah dampak yang akan ditimbulkannya, apakah itu???Salah satunya adalah akan semakin banyaknya warga negara yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), "insentif" dari pemerintah adalah dengan memiliki NPWP maka warga negara akan diberi beberapa kemudahan (contohnya bebas fiskal buat yang bepergian lewat airport, etc) masalah sederhana yang kemudian ada adalah dengan memiliki NPWP maka warga negara diwajibkan untuk melaporkan kewajiban pajaknya. Baik itu nihil maupun terhutang pajak dalam hal ini PPh). Selanjutnya akan timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:</div> <ol style="text-align: justify;"> <li>Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ? </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#2">Berapa besar tarif biaya jabatan ?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#3">Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#4">Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#5">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#6">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai?</a></li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#7">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#8">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#9">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#10">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus?</a> </li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#11">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?</a></li> <li><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=8069400153185988534#12">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?</a></li> </ol> <br /> <div class="fullpost"> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Penghitungan PPh Pasal 21</span><br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ?</span><br /> <div style="text-align: justify;"> Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).</div> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Berapa besar tarif biaya jabatan ?</span><br /> <div style="text-align: justify;"> Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.</div> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?</span><br /> PTKP :<br /> 1. Untuk diri pegawai<br /> setahun = Rp 2.880.000,00<br /> sebulan = Rp 240.000,00<br /> 2. Tambahan untuk pegawai yang kawin<br /> setahun = Rp 1.440.000,00<br /> sebulan = Rp 120.000,00<br /> <div style="text-align: justify;"> 3. Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00<br /> 4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.440.000,00</div> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?</span><br /> Tarif yang digunakan adalah :<br /> Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;<br /> - Sampai dengan Rp 25.000.000,00 = 5 %<br /> - Di atas Rp 25.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 10 %<br /> - Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 %<br /> - Di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 %<br /> - Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan?</span><br /> Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.<br /> 1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP<br /> 2. Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.<br /> 3. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.<br /> 4. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai?</span><br /> Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.<br /> 1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.<br /> 2. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.<br /> 3. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas?</span><br /> 1. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.<br /> 2. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian?</span><br /> <div style="text-align: justify;"> Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.<br /> Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.<br /> Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360</div> <br /> Yang dimaksud dengan :<br /> 1. Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;<br /> 2. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;<br /> 3. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;<br /> 4. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?</span><br /> Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.<br /> Dipotong dengan tarif bersifat final sebesar :<br /> - 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.<br /> - 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00<br /> Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus?</span><br /> Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.<br /> Dipotong pajak sebesar :<br /> - 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.<br /> - 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00<br /> Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?</span><br /> - Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.<br /> - Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto, dan bersifat final.<br /> <br /> <span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?</span><br /> - Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.<br /> - Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.<br /> <br /> <span style="font-size: 78%;">(sumber: www.pajak.net)</span><br /> <br /> <br /> <br /> <br /></div>

Penghitungan PPh Pasal 21

Tahun 2008, pemerintah RI melancarkan strategi perpajakan yang konon katanya juga pernah dilakukan di negara lain, yaitu "Sunset Polic...

Baca selengkapnya »

COST ACCOUNTING

<div style="text-align: justify;"> <a href="http://tbn2.google.com/images?q=tbn:8q-WITsjt4PpLM:http://weaver-accounting.net/pb/wp_f9c735f6/images/img1477047ca2726a07a2.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="http://tbn2.google.com/images?q=tbn:8q-WITsjt4PpLM:http://weaver-accounting.net/pb/wp_f9c735f6/images/img1477047ca2726a07a2.jpg" style="float: left; height: 84px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 126px;" title="Cost Accounting" /></a>This is about theory of Cost Accounting which is took from <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Cost_accounting">Wikipedia</a>, many thing change but basically is same.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Management_accounting">In management accounting</a>, cost accounting is that part of management accounting which establishes budget and actual cost of operations, processes, departments or product and the analysis of variances, profitability or social use of funds. Managers use cost accounting to support decision making to reduce a company's <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Cost">costs</a> and improve its <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Profitability">profitability</a>. As a form of management accounting, cost accounting need not follow standards such as <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/GAAP">GAAP</a>, because its primary use is for internal managers, rather than external users, and what to compute is instead decided pragmatically.</div> <div style="text-align: justify;"> Costs are measured in units of nominal <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Currency">currency</a> by convention. Cost accounting can be viewed as translating the <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Supply_Chain">Supply Chain </a>(the series of events in the production process that, in concert, result in a product) into financial values.</div> <br /> <div style="text-align: left;"> <span style="font-weight: bold;">There are at least four approaches:</span> <span style="font-weight: bold;"><br />* <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Standard_costing">Standardized Cost Accounting</a></span> <span style="font-weight: bold;"><br />*<a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Activity-based_costing"> Activity-based Cost</a></span><a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Activity-based_costing"><span style="font-weight: bold;">ing</span></a> <span style="font-weight: bold;"><br />* <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Throughput_accounting">Throughput Accounting</a></span> <span style="font-weight: bold;"><br />* Marginal Costing / <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Cost-Volume-Profit_Analysis">Cost-Volume-Profit Analysis</a></span><br /> <br /> <span style="font-size: 130%; font-weight: bold;">Classical Cost Elements are:</span><br /> <span style="font-weight: bold;">1. <span style="font-size: 130%;"><span style="font-style: italic;">Raw Materials</span></span></span> <span style="font-weight: bold;"><br />2.<span style="font-size: 130%;"> <span style="font-style: italic;">Labor</span></span></span><br /> <span style="font-weight: bold;">3. <span style="font-size: 130%;"><span style="font-style: italic;">Indirect </span><a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Expenses" style="font-style: italic;">Expenses</a><span style="font-style: italic;"> / Overhead</span></span></span><br /> <br /></div> <div class="fullpost"> <br /> <span style="font-weight: bold;">Origins</span><br /> <div style="text-align: justify;"> Cost accounting has long been used to help managers understand the costs of running a business. Modern cost accounting originated during the industrial revolution, when the complexities of running a large scale business led to the development of systems for recording and tracking costs to help business owners and managers make decisions.<br /> In the early industrial age, most of the costs incurred by a business were what modern accountants call "variable costs" because they varied directly with the amount of production. Money was spent on labor, raw materials, power to run a factory, etc. in direct proportion to production. Managers could simply total the variable costs for a product and use this as a rough guide for decision-making processes.</div> <div style="text-align: justify;"> Some costs tend to remain the same even during busy periods, unlike variable costs which rise and fall with volume of work. Over time, the importance of these "fixed costs" has become more important to managers. Examples of fixed costs include the depreciation of plant and equipment, and the cost of departments such as maintenance, tooling, production control, purchasing, quality control, storage and handling, plant supervision and engineering. In the early twentieth century, these costs were of little importance to most businesses. However, in the twenty-first century, these costs are often more important than the variable cost of a product, and allocating them to a broad range of products can lead to bad decision making. Managers must understand fixed costs in order to make decisions about products and pricing.<br /> For example: A company produced railway coaches and had only one product. To make each coach, the company needed to purchase $60 of raw materials and components, and pay 6 laborers $40 each. Therefore, total variable cost for each coach was $300. Knowing that making a coach required spending $300, managers knew they couldn't sell below that price without losing money on each coach. Any price above $300 became a contribution to the fixed costs of the company. If the fixed costs were, say, $1000 per month for rent, insurance and owner's salary, the company could therefore sell 5 coaches per month for a total of $3000 (priced at $600 each), or 10 coaches for a total of $4500 (priced at $450 each), and make a profit of $500 in both cases.</div> <br /> <span style="font-weight: bold;">Standard Cost Accounting</span><br /> <div style="text-align: justify;"> In modern cost accounting, the concept of recording historical costs was taken further, by allocating the company's fixed costs over a given period of time to the items produced during that period, and recording the result as the total cost of production. This allowed the full cost of products that were not sold in the period they were produced to be recorded in inventory using a variety of complex accounting methods, which was consistent with the principles of GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). It also essentially enabled managers to ignore the fixed costs, and look at the results of each period in relation to the "standard cost" for any given product.<br /> For example: if the railway coach company normally produced 40 coaches per month, and the fixed costs were still $1000/month, then each coach could be said to incur an <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Business_process_overhead">overhead</a> of $25 ($1000/40). Adding this to the variable costs of $300 per coach produced a full cost of $325 per coach.<br /> This method tended to slightly distort the resulting unit cost, but in mass-production industries that made one product line, and where the fixed costs were relatively low, the distortion was very minor.<br /> For example: if the railway coach company made 100 coaches one month, then the unit cost would become $310 per coach ($300 + ($1000/100)). If the next month the company made 50 coaches, then the unit cost = $320 per coach ($300 + ($1000/50)), a relatively minor difference.<br /> An important part of standard cost accounting is a <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Variance_analysis_%28accounting%29">variance analysis</a> which breaks down the variation between actual cost and standard costs into various components (volume variation, material cost variation, labor cost variation, etc.) so managers can understand why costs were different from what was planned and take appropriate action to correct the situation.</div> <br /> <span style="font-weight: bold;">Weaknesses of Standard Cost Ac</span><span style="font-weight: bold;">counting for Management Decision Making</span><br /> <div style="text-align: justify;"> As time went on, standard cost accounting lost its usefulness for management decision making due to a variety of reasons:<br /> * The practice of paying workers on a 'set-piece' basis changed in favour of paying on an hourly rate.<br /> * Modern companies tend to have relatively low truly variable costs (primarily raw material, commissions or casual workers) and very high fixed costs (worker salaries, engineering costs, quality control, etc.).<br /> * Equipment has become more complex and specialized and may be a very significant proportion of total costs.<br /> * Changes in the level of full cost inventory create swings in profitability that are difficult to explain or understand. An increase in inventory can "absorb" costs of production and increase profits, while a decrease in inventory level will decrease profits.<br /> * Organizations with a wide range of products or services have processes which are common to several finished items, making cost allocation irrelevant or misleading.<br /> As a result of the above, using standard cost accounting to analyze management decisions can distort the unit cost figures in ways that can lead managers to make decisions that do not reduce costs or maximize profits. For this reason, managers often use the terms "direct costs" and "indirect costs" to replace the standard costing, to better reflect the way allocation of overhead is actually calculated. Indirect costs (often large) are usually allocated in proportion to either labor cost, other direct costs, or some physical resource utilization.<br /> For example: If the railway coach company now paid its workforce a fixed monthly rate of $8,000 (total) and its other fixed costs had risen to $2,600/month, the total fixed costs would then be $10,600/month. The unit cost to make 40 coaches per month would still be $325 per coach ($60 material + ($10,600/40)), but producing 100 coaches would result in a unit cost of $166 per coach ($60 + ($10, 600/100)), provided the company had the capacity to increase production to that level.<br /> Managers using the standard cost for 40 coaches per month would likely reject an order for 100 coaches (to be produced in one month) if the selling price was only $300 per unit, seeing that it would result in a loss of $25 per unit. If they analyzed the fixed vs. variable cost distinction, they would see clearly that filling this order would result in a contribution to fixed costs of $240 per coach ($300 selling price less $60 materials) and would result in a net profit for the month of $13,400 (($240 x 100) - 10,600).</div> <br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">The Development of Throughput Accounting</span><br /> Main article: <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Throughput_accounting">Throughput accounting</a><br /> <div style="text-align: justify;"> As business became more complex and began producing a greater variety of products, the use of cost accounting to make decisions to maximize profitability came under question. Management circles became increasingly aware of the <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Theory_of_Constraints">Theory of Constraints</a> in the 1980s, and began to understand that "every production process has a limiting factor" somewhere in the chain of production. As business management learned to identify the constraints, they increasingly adopted throughput accounting to manage them and "maximize the throughput dollars" (or other currency) from each unit of constrained resource.<br /> For example: The railway coach company was offered a contract to make 15 open-topped streetcars each month, using a design which included ornate brass foundry work, but very little of the metalwork needed to produce a covered rail coach. The buyer offered to pay $280 per streetcar. The company had a firm order for 40 rail coaches each month for $350 per unit.</div> <br /> The company accountant determined that the cost of operating the foundry vs. the metalwork shop each month was as follows:<br /> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0aU6WOd7ZntrLCqGqwYftBGEZ4XQK8zVlmbxDzKP1BPMsx6BhM66X9xXp4ln7ARGyzxWFnSSPQEQHdifDs2cOK44Ma7mJSG_f3s6yErjFI98W1t1mTAA3-nMypeBKf95DSb5a/s1600-h/COSTA1.bmp" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259481850420885506" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0aU6WOd7ZntrLCqGqwYftBGEZ4XQK8zVlmbxDzKP1BPMsx6BhM66X9xXp4ln7ARGyzxWFnSSPQEQHdifDs2cOK44Ma7mJSG_f3s6yErjFI98W1t1mTAA3-nMypeBKf95DSb5a/s320/COSTA1.bmp" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" title="Tabel 1" /></a><br /> <br /> <br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> The company was at full capacity making 40 rail coaches each month. And since the foundry was expensive to operate, and purchasing brass as a raw material for the streatcars was expensive, the accountant determined that the company would lose money on any streetcars it built. He showed an analysis of the estimated product costs based on<span style="font-weight: bold;"> standard cost accounting</span> and recommended that the company decline to build any streetcars.</div> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8ZHbrQc_0ST579rp1Pf55xmTy6WvyTfDx4brfT7QWw_fhM-7ZHB_vl5XXZTzVdH9rtvT7I6mJdRgUlQ4ebf_hca-i8i5MpI-JhC_-v6MeHAI5O2jgAFhGmbY3pU0c33hNYy8h/s1600-h/COSTA2.bmp" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259482882336935618" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8ZHbrQc_0ST579rp1Pf55xmTy6WvyTfDx4brfT7QWw_fhM-7ZHB_vl5XXZTzVdH9rtvT7I6mJdRgUlQ4ebf_hca-i8i5MpI-JhC_-v6MeHAI5O2jgAFhGmbY3pU0c33hNYy8h/s320/COSTA2.bmp" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" title="Tabel 2" /></a><br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> However, the company's operations manager knew that recent investment in automated foundry equipment had created idle time for workers in that department. The constraint on production of the railcoaches was the metalwork shop. She made an analysis of profit and loss if the company took the contract using throughput accounting to determine the profitability of products by <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJYXp4ODGBOraCc0mU7Kp-Li2-lPtIbmVgIJLScSDLJ9kf4er18Bkwk66OC5RE3mTgJxximZdH2Jp2W5zwKgx2LzWaSM2rK0pUmePyqdUpPEuJJNDG4lBHAQgL9k4CYUlCk6Gz/s1600-h/COSTA3.bmp" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259484018473293106" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJYXp4ODGBOraCc0mU7Kp-Li2-lPtIbmVgIJLScSDLJ9kf4er18Bkwk66OC5RE3mTgJxximZdH2Jp2W5zwKgx2LzWaSM2rK0pUmePyqdUpPEuJJNDG4lBHAQgL9k4CYUlCk6Gz/s320/COSTA3.bmp" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" title="Tabel 3" /></a>calculating "throughput" (revenue less variable cost) in the metal shop.</div> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> After the presentations from the company accountant and the operations manager, the president understood that the metal shop capacity was limiting the company's profitability. The company could make only 40 rail coaches per month. But by taking the contract for the streetcars, the company could make nearly all the railway coaches ordered, and also meet all the demand for streetcars. The result would increase throughput in the metal shop from $6.25 to $10.38 per hour of available time, and increase profitability by 66 percent.</div> <br /> <br /> <span style="font-weight: bold;">Activity-Based Costing</span><br /> <div style="text-align: justify;"> Main article: <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Activity-based_costing">Activity-based costing</a><br /> Activity-based costing (ABC) is a system for assigning costs to products based on the activities they require. In this case, activities are those regular actions performed inside a company. "Talking with customer regarding invoice questions" is an example of an activity performed inside most companies.<br /> Accountants assign 100% of each employee's time to the different activities performed inside a company (many will use surveys to have the workers themselves assign their time to the different activities). The accountant then can determine the total cost spent on each activity by summing up the percentage of each worker's salary spent on that activity.<br /> A company can use the resulting activity cost data to determine where to focus their operational improvement efforts. For example, a job based manufacturer may find that a high percentage of their workers are spending their time trying to figure out a hastily written customer order. Via ABC, the accountants now have a currency amount that will be associated with the activity of "Researching Customer Work Order Specifications". Senior management can now decide how much focus or money to budget for the resolutions of this process deficiency. Activity-based management includes (but is not restricted to) the use of activity-based costing to manage a business.</div> <br /> <span style="font-weight: bold;">Marginal Costing</span><br /> <br /> See also: <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Cost-Volume-Profit_Analysis">Cost-Volume-Profit Analysis</a><br /> See also: <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Marginal_cost">Marginal cost</a><br /> <br /> This method is used particularly for short-term decision-making. Its principal tenets are:<br /> * Revenue (per product) - Variable Costs (per product) = <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Contribution_margin">Contribution</a> (per product)<br /> * Total Contribution - Total Fixed Costs = Total Profit or (Total Loss)<br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> Thus it does not attempt to allocate fixed costs in an arbitrary manner to different products. The short-term objective is to maximize contribution per unit. If constraints exist on resources, then Managerial Accounting dictates that marginal cost analysis be employed to maximize contribution per unit of the constrained resource (see Development of Throughput Accounting, above).</div> <br /> <span style="font-weight: bold;">References</span><br /> ^ Consortium for Advanced Manufacturing-International ^ Kaplan, Robert S. and Bruns, W. Accounting and Management: A Field Study Perspective (Harvard Business School Press, 1987) ISBN 0-87584-186-4 ^ Sapp, Richard, David Crawford and Steven Rebishcke "Article title?" Journal of Bank Cost and Management Accounting (Volume 3, Number 2), 1990. ^ Author(s)? "Article title?" Journal of Bank Cost and Management Accounting (Volume 4, Number 1), 1991.<br /> <br /> <br /> See also<br /> *<a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Accountancy"> Accountancy</a><br /> *<a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Cost_overrun"> Cost overrun</a><br /> * <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Fixed_asset_turnover">Fixed asset turnover</a><br /> * <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Management_accounting">Management accounting</a></div>

COST ACCOUNTING

This is about theory of Cost Accounting which is took from Wikipedia , many thing change but basically is same. In management accounting ...

Baca selengkapnya »

UU PPH YANG BARU

<div style="text-align: justify;"> <a href="http://tbn1.google.com/images?q=tbn:BMv5gKDBmYfFDM:http://english.people.com.cn/200509/01/images/0831_D13.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="http://tbn1.google.com/images?q=tbn:BMv5gKDBmYfFDM:http://english.people.com.cn/200509/01/images/0831_D13.jpg" style="float: left; height: 78px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 124px;" title="UU PPh" /></a>Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost pajaknya bisa mencapai Rp 40 triliun. Wajib pajak yang tak ber-NPWP akan dikenakan pajak yang lebih tinggi.<br /> Berikut pokok-pokok pikiran dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) yang baru disahkan oleh DPR, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2008).</div> <div class="fullpost"> <div style="text-align: justify;"> <br /> 1) Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).</div> <ul style="text-align: justify;"> <li>Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.</li> <li>Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.</li> <li>Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.</li> <li>Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.</li> <li>Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.</li> <li>Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia karena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.</li> </ul> <div style="text-align: justify;"> 2) Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.<br /> <br /> 3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.<br /> <br /> 4) Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.<br /> <br /> 5) Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.</div> <ul style="text-align: justify;"> <li>Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.</li> <li>Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.</li> <li>Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.</li> </ul> <div style="text-align: justify;"> 6. Pengecualian dari objek PPh.</div> <ul style="text-align: justify;"> <li>Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.</li> <li>Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.</li> <li>Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak</li> </ul> <div style="text-align: justify;"> 7. Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak. Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.<br /> <br /> 8. Peraturan perpajakan untuk industri pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah, diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.</div> <br /></div>

UU PPH YANG BARU

Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost ...

Baca selengkapnya »